BID`AH

Posted on 06.06 by SMART MOSLEM | 1 komentar

Bismillahirahmanirrahim

Marilah kita mulai dengan sebuah Hadits Shahih dari Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh Abu Dawud no : 2118 yang berbunyi

SESUNGGUHNYA SEBAIK-BAIK PERKATAAN ADALAH ALQUR`AN, SEBAIK-BAIK PETUNJUK ADALAH PETUNJUK NABI MUHAMMAD SAW, SEJELEK-JELEK PERKARA ADALAH YANG DIADA-ADAKAN, SETIAP YANG DIADA-ADAKAN ADALAH BID`AH DAN SETIAP BID`AH ITU SESAT DAN SETIAP KESESATAN TEMPATNYA DI NERAKA

Kita bahas pelan2 arti kata dari bid`ah : Bid`ah artinya adalah melakukan suatu ibadah atau yang menyerupai ibadah yang tidak ada petunjuknya atau perintahnya dari ALLAH (Al qur`an), dan tidak ada contohnya dari Rassullulah Muhammad SAW (AL-Hadits Shahih). Bid`ah itu sesat meskipun kebanyakan orang memandang perbuatan itu baik, karena setiap bid`ah itu sesat, dan kesesatan itu tempatnya di Neraka.

Ada suatu Riwayat yang Shahih bahwa Abdullah bin Mas`ud beliau merupakan Sahabat dari Rassullulah yang sangat cerdas diantara sahabat Rasul (wafat tahun 32 H), pernah melihat satu kaum di Masjid mereka membuat beberapa halaqah (kelompok), setiap kelompok ada seseorang yang memimpin dan ditangan mereka ada biji-bijian tasbih, lalu si Pemimpin berkata : “Bertakbirlah seratus kali, dan mereka bertakbir seratus kali, dst…

Kemudian Abdullah bin Mas`ud mendatangi kelompok dzikir tersebut, lalu beliau berkata :
 “Apa yang kalian lakukan?”, jawab mereka : “Wahai Abdullah bin Mas`ud ini adalah biji-bijian tasbih yang kami pakai untuk menghitung tahlil dan tasbih, kemudian Abdullah bin Mas`ud menjawab : “Hitunglah kejelekan dan kesalahan-kesalahan kalian, aku jamin tidak akan hilang kebaikan-kebaikan kalian, “celakalah wahai ummat Muhammad, alangkah cepatnya kebinasaan kalian, mereka Sahabat-Sahabat Nabi SAW banyak yang masih hidup, demi Rabb yang jiwaku ada ditangan-NYA, apakah kalian merasa lebih baik dari agama Nabi Muhammad SAW, atau kalian sedang membuka pintu kesesatan?”, kemudian mereka menjawab : ‘Demi ALLAH kami tidak menginginkan kesesatan kecuali kebaikan dengan dzikir berjama`ah..
“Betapa banyak orang yang menginginkan kebaikan tapi tidak benar caranya!!!, Sesungguhnya Rasullulah SAW bersabda : “Nanti akan ada satu kaum yang membaca Alqur`an tidak melewati tenggorokan mereka!” (Lanjut Ibnu Mas`ud) : Demi ALLAH, aku melihat apa yang disabdakan Nabi SAW tersebut kebanyakan adalah dari kalian!!””.


Riwayat ini banyak sekali manfaatnya, diantaranya :

Abdullah bin Mas`ud mengingkari cara berdzikir dengan berjama`ah meskipun niatnya baik, karena hal ini merupakan sesuatu yang baru dalam ibadah dan tidak ada perintahnya dari Alqur`an dan tidak pernah dicontohkan oleh Rasul SAW, dan ini disebut dengan Bid`ah dan setiap bid`ah adalah ke sesatan, meskipun dianggap baik oleh banyak orang, Abdullah bin Umar berkata : setiap bid`ah adalah kesesatan meskipun orang memandangnya baik.”

Kesimpulannya adalah :

Yang menjadi tolak ukur dalan ibadah bukanlah banyaknya ibadah, tetapi apakah ibadah itu sesuai dengan Qur`an dan Sunnah atau tidak , dan setiap orang harus menjauhkan dari bid`ah, karena bid`ah akan membawa kebinasaan.

Bahwa pemahaman para sahabat adalah hujjah, kalau seandainya dzikir secara berjamaah itu baik, maka para sahabat sudah melakukannya dari dulu.

Setiap kita melakukan ibadah harus tahu dasar ilmunya, yaitu apakah ada perintahnya dari Alqur`an dan apakah ada contohnya dari Rassul SAW melalui hadits.

Karena tanpa disadari kita telah banyak melakukan ibadah yang pada dasarnya tidak ada perintah dan contohnya baik dari Alqur`an ataupun Hadits, contoh yang sering terjadi adalah : Mengadakan Dzikir Berjama`ah dengan satu suara dan berkumpul pada waktu dan hari yang ditentukan maka ini adalah Bid`ah, apalagi sampai pakai pengeras suara (TOA) dan berlebih-lebihan.
Kalau kita mau memahami satu saja dari hadits Nabi yang Shahih dari sekian banyak hadits, maka mereka akan sadar bahwa do`a dan dzikir itu harus dilaksanakan dengan cara sembunyi dan suara perlahan. Diantaranya adalah : Dalam Hadits ada tujuh golongan yang akan dilindungi ALLAH pada hari kiamat, diantaranya Nabi SAW menyebutkan : ……“Seseorang yang berdzikir kepada ALLAH dalam keadaan sepi/sendiri, lalu mengalirkan air matanya……..

ALLAH Berfirman :

“Berdo`alah kepada Rabb-mu dengan merendahkan suara yang lembut. Sesungguhnya ALLAH tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas yang melampaui batas” (QS. AL-A`raaf: 55)

Rassul SAW pernah menyindir dengan keras lewat sebuah hadits, ketika menjumpai orang yang lagi berdo`a dengan suara keras dan berteriak, (kalau sekarang lewat pengeras suara), haditsnya berbunyi demikian :

Hai sekalian manusia, kasihanilah diri kalian, karena sesungguhnya kalian tidak berdo`a kepada Rabb kalian yang tuli dan juga tidak jauh, sesungguhnya kalian berdo`a kepada ALLAH yang Maha mendengar dan Maha dekat, dan dia bersama kalian”..

Dan sebutlah nama Rabb-mu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, diwaktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai. (QS. Al-A`raaf: 205)

Ibnu katsir berkata : Ingatlah Rabb-mu dengan penuh harapan dan juga rasa takut serta tidak mengeraskan suara,. Demikianlah dzikir yang disunnahkan, bukan dengan teriakan dan suara yang keras.”

Itulah salah satu contoh dari Bid`ah yang tanpa kita sadari banyak dilakukan oleh kalangan Muslim diantara kita, dan terkadang kita tanpa disadari melakukan sesuatu yang sangat berbahaya bagi kehidupan beragama yaitu Bid`ah,Banyak dari kita yang setiap hari melakukan Ibadah yang menurut kita dan kebanyakan orang benar, tapi ternyata tidak berbuah pahala, malah kita semakin menuju kesesatan, maksud hati ingin melakukan suatu ibadah biar dapat pahala, tapi ternyata berbuah dosa, dan diantara suatu yang dianggap ibadah oleh kita padahal itu masuk kategori Bid`ah diantaranya :

1.Peringatan Isra Mi`raj, Maulid Nabi dll
2.Melakukan Tahlilan selama 7 hari, 40 hari, 100 hari setelah menguburkan Jenazah.
3.Membaca Surah Yassin atau Alqur`an (sesuatu yang bersifat Ibadah) didepan Kubur.
4.Dzikir Berjama`ah seperti dicontohkan diatas.
5.Berdzikir dengan menggunakan Biji Tasbih, dan masih banyak contoh-contoh dari bid`ah

DOA DAN DZIKIR MENURUT AL-QUR`AN DAN SUNNAH RASSUL

Alqur`an dan As Sunnah telah memberikan petunjuk mengenai jenis do`a dan dzikir yang dianjurkan sebagaimana ibadah-ibadah lainnya, Nabi Muhammad SAW sudah menjelaskan kepada umatnya dengan gamblang mengenai do`a dan dzikir dengan lengkap dan sempurna setiap hari, setiap waktu, dalam berbagai kesempatan dan dalam situasi dan kondisi yang dialami oleh seorang muslim.

Bila do`a dan dzikir dilaksanakan sesuai dengan contoh Rasulullah SAW dan para Sahabatnya, maka ia akan mendapatkan petunjuk dan ketenangan dan penawar hati dari berbagai penyakit, karena do`a dan dzikir merupakan obat penyakit hati, sebaliknya, orang yang tidak melaksanakan do`a dan dzikir seperti yang dicontohkan Rasululah SAW, maka ia akan celaka, sesat dan hidupnya sempit serta dikuasai syaitan dan hawa nafsu

Syaikhul Islam Ibnu Tamiyah mengatakan : “Tidak diragukan lagi, bahwa sesungguhnya do`a dan dzikir adalah termasuk ibadah yang utama. Ibadah itu harus didasari dengan sikap ittiba` (yaitu : mengikuti) jejak Nabi Muhammad SAW dengan konsekwen dan konsisten dan bukan pula mengada-ada, membuat sesuatu yang baru yang tidak ada contohnya baik dari alqur`an dan Sunnah (bid`ah).

Yang diperintahkan bagi bagi seorang muslim adalah berdzikir kepada ALLAH sesuai dengan apa yang disyari`atkan oleh agama, dan dengan do`a-do`a yang ma`-tsrur yang bersumber pada Alqur`an dan Sunnah Nabi SAW yang Shahih.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata : “Diantara orang yang sangat `aib dan tercela ialah orang yang menggunakan hizib atau wirid yang tidak ma`tsur(tidak ada contohnya dari Nabi Muhammad SAW), sekalipun hizib atau wirid tersebut berasal dari gurunya, syaikhnya, ustadnya, ataupun kyainya sementara ia justru meninggalkan atau mengabaikan dzikir dan wirid yang diajarkan oleh pemimpin umat manusia dan Imam seluruh makhluk, yaitu Nabi Muhammad SAW, yang merupakan hujjah ALLAH atas hamba-hamba NYA.

Segala kebajikan adalah dengan ittiba` (mengikuti) Nabi Muhammad SAW, berpedoman pada petunjuknya, dan mengikuti Sunnahnya yang shahih. Beliau adalah sosok teladan yang selalu mendapatkan limpahan rahmat dan shalawat dari ALLAH SWT, Malaikat dan seluruh makhluk. Beliau adalah manusia yang paling sempurna dalam berdo`a dan berdzikir kepada ALLAH Yang Maha Suci dan Maha Tinggi.

Jadi Dzikir yang paling baik menurut Imam Ibnul Qayyim adalah do`a dan dzikir yang diyakini dengan hati, diucapkan dengan lisan, dilaksanakan dengan konsisten dari do`a dan dzikir yang dicontohkan oleh Rasullulah SAW, serta orang yang melakukannya memahami makna-makna dan maksud yang terkandung didalamnya.

Para pembaca yang dimuliakan ALLAH, do`a dan dzikir mempunyai kedudukan yang tinggi dalam agama dan tempat yang istimewa dalam hati kaum muslimin. Kitab-kitab yang berisikan tentang do`a dan dzikir dengan berbagai ragam mendapat perhatian dari kalangan masyarakat. Banyak sekali kitab yang ditulis oleh para ulama tentang do`a dan dzikir, ada yang menulis kitab-kitab tebal dengan sanadnya lengkap, ada yang memuat hadits-hadits pilihan lengkap dengan riwayat shahih dan dha`if(lemah) dan ada pula yang membawakan riwayat-riwayat yang maudhu`(palsu).

Yang perlu diwaspadai oleh kaum muslimin adalah buku do`a dan dzikir yang sangat berbahaya, yaitu orang yang menulis do`a dan dzikir yang dikarang-karang sendiri, tidak ada dasarnya dari Nabi Muhammad SAW, dibuat, dirangkai, disusun menurut ra`yu 9akal) dan hawa nafsunya, diberikan judul menarik, tapi isinya adalah jimat, wafaq, isim-isim, dan potongan huruf Arab yang tidak bisa dipahami yang sudah jelas itu tergolong bid`ah, mengandung kesesatan dan syirik, yang ALLAH tidak menurunkan sedikitpun ilmu kepada mereka. Fatwa para ulama Ahlus Sunnah tentang buku-buku yang penuh dengan bid`ah dan syirik, tidak boleh diperjual belikan, bahkan harus dimusnahkan .

Oleh karena itu kita ummat Islam wajib berhati-hati jangan sampai memiliki, menghafal dan mengamalkan do`a, dzikir dan wirid yang tidak ada contohnya dari Rasulullah SAW, karena hal itu akan membawa kepada bid`ah, kesesatan, syirik, penyimpangan, kekotoran hati, tertolaknya amal, dan menjauhkan diri dari ALLAH SWT, sikap kita jika ada hadits yang tidak menjelaskan tentang cara, seperti do`a dan dzikir maka kita harus kembali kepada contoh Rasullulah SAW, bagaimana beliau melaksanakan do`a dan dzikir tersebut, begitu pula bagaimana para Sahabat memahami dan melaksanakan petunjuk beliau Rasullulah SAW.

CONTOH DZIKIR DAN DO`A YANG TERGOLONG BID`AH

Sekarang ini banyak sekali majelis dzikir yang mengajarkan dzikir ratusan atau ribuan kali secara berjama`ah dengan suara keras sambil menangis, yang mereka berpedoman pada buku-buku berisi hadits maudhu` (palsu) dan tidak ada landasannya atau kepada hadits shahih yang tidak menjelaskan tentang kaifiyatnya (caranya) perbuatan mereka termasuk bid`ah, berlebih-lebihan dalam ibadah dan riya` (pamer), bahkan ditayangkan di media untuk memamerkan tangis dan pura-pura khusyu` dihadapan kaum muslimin. Dari sini, syaitan masuk menggoda dan menyesatkan mereka, sedikit demi sedikit. Dan hal ini sudah diingatkan oleh para ulama sejak Zaman dahulu sampai sekarang, seperti yang dikatakan oleh beliau Al`Imam Ibnul Jauzi :

“Iblis telah menyesatkan kebanyakan dari orang awam dengan menghadiri majelis-majelis dzikir dan mereka sengaja menagis……sesungguhnya aku mengetahui, banyak sekali orang-orang yang hadir di majelis dzikir tersebut bertahun-tahun menangis, berpura-pura khusyu, tetapi keadaan mereka tidak berubah sedikitpun juga, mereka masih tetap bermuamalah dengan riba (rentenir), menipu dalam jual beli, tidak tahu tentang rukun shalat, selalu ghibah (membicarakan `aib kaum muslimin) dan durhaka kepada kedua orang tua. Mereka adalah orang-orang yang terkena perangkap iblis, aku melihat bahwa mereka menyangka bahwa hadir di majelis dzikir tersebut dan menangis akan menghapus dosa-dosa yang mereka lakukan?!!!

Jadi kesimpulannya menurut Imam asy-Syathibi bahwa orang-orang yang mengadakan dzikir berjamaah dengan satu suara, maka ini adalah tergolong bid`ah dan sesat.
Jadi seperti apakah doa dan dzikir yang sesuai dengan Alqur`an dan Sunnah Rasul SAW, marilah kita menginjak pembahasan selanjutnya tentang :

DZIKIR DAN DO`A YANG SESUAI DENGAN ALQUR`AN DAN SUNNAH RASUL

Kalau kita mau memahami satu saja dari hadits Nabi Muhammad SAW yang shahih dari sekian banyak hadits, maka kita akan sadar bahwa do`a dan dzikir itu dilaksanakan dengan cara sembunyi dan suara perlahan. Dalam hadits ada tujuh golongan yang akan dilindungi ALLAH SWT pada hari kiamat, diantaranya Nabi Muhammad SAW menyebutkan :

“….seorang yang berdzikir kepada ALLAH dalam keadan sepi dan sendiri, lalu mengalirlah air matanya"

ALLAH SWT Berfirman dalam QS Al-A`raaf:55 yang berbunyi :


"Berdo`alah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas".

Melihat satu buah Hadits Shahih dan satu buah Ayat Alqur`an sangat jelas bahwa do`a atau dzikir yang dianjurkan adalah kita melakukannya dalam keadan sepi dan sendiri, tidak berjamaah dengan suara keras dan menangis bersama-sama, ada satu buah hadits yang menyindir mereka yang melakukan do`a dan dzikir dengan suara yang sangat keras, yang berbunyi :

“Hai sekalian manusia, kasihanilah diri kalian, sesungguhnya kalian tidak berdo`a kepada Rabb kalian yang tuli dan juga tidak jauh, Sesungguhnya kalian berdo`a kepada NYA adalah Yang Maha Mendengar dan Maha Dekat, dan dia bersama kalian”

Dalam QS Al-A`raaf ayat 205 ALLAH menegaskan lagi tentang adab dan etika melakukan do`a dan dzikir sebagai berikut :


"Dan sebutlah (nama) Tuhanmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai".

Ibnu Katsir berkata : “…Ingatlah Rabb-mu dengan penuh harapan dan juga rasa takut serta dengan tidak mengeraskan suara. Demikianlah dzikir yang disunnahkan, bukan dengan teriakan dan suara yang keras”


POINT-POINT YANG HARUS KITA PERHATIAKAN

1. Orang uang paling banyak berdo`a dan berdzikir dimuka bumi ini adalah Rasulullah SAW kemudian para Sahabatnya.
Seorang hamba dikatakan banyak berdzikir apabila ia mentauhidkan ALLAH dan Mengikuti contoh Rasullulah SAW
.

2. Seorang hamba tidak dikatakan sebagai orang yang banyak berdzikir kepada ALLAH apabila ia tidak mengikuti dzikir yang dianjurkan dan diajarkan oleh Rasullulah SAW, karena beliau sudah melaksanakan doa dan dzikir yang terbaik, beliau adalah Imam bagi orang yang bertakwa.

3. Kewajiban kita sebagai seorang muslim adalah ittiba` (mengikuti) Rasullulah SAW, agar kita dicintai oleh ALLAH, sebagaimana ALLAH SWT berfirman dalam QS. Ali `Imran :31
Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.


4. Agama Islam sudah sempurna, sebagaimana Firman ALLAH SWT QS. Al-Maidah :3 yang berbunyi : Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu ni`mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu.

5. Oleh karena itu seorang muslim harus memperhatikan do`a dan dzikir yang diajarkan oleh Rasullulah SAW, karena do`a dan dzikir adalah ibadah, sedangkan ibadah dasarnya adalah ittiba` bukan mengada-ada atau berbuat bid`ah dan mengikuti hawa nafsu

6. Seorang muslim harus merasa cukup dan puas dengan do`a dan dzikir yang dicontohkan oleh Rasullulah SAW, karena beliau adalah uswah hasanah, panutan contoh teladan yang baik, beliau adalah orang yang paling tahu dari seluruh makhluk tentang bagaimana beribadah kepada ALLAH.

7. Tidak boleh bagi siapapun juga melakukan dzikir dengan jumlah bilangan tertentu, atau dengan cara tertentu yang tidak ada contohnya dari Rassullulah SAW dan Para Sahabatnya, misalnya dengan jumlah bilangan 7x, 10x, 17x, 40x, 100x, 200x, 500x, 1000x, 2000x, dan seterusnya atau dengan cara tertentu, seperti berjama`ah (bersama-sama) sambil menangis, sengaja supaya menangis atau meratap histeris, dengan cara duduk tertentu sambil bergoyang-goyang, menggoyang-goyangkan kepala, menentukannya pada malam tertentu, atau berdzikir dengan diiringi alunan musik nasyid, semuanya adalah perbuatan bid`ah, dan tidak boleh juga seseorang mengambil potongan-potongan ayat tertentu seperti : Yassin, atau Ya Lathiff diulang-ulang puluhan kali,ratusan kali, atau ribuan kali, yang tidak dicontohkan oleh Rasullulah SAW dan para Sahabatnya, Karena jika perkara itu baik, niscaya Rasullulah SAW dan para Sahabatnya sudah mengamalkannya dari dulu.

8. Tidak boleh seorangpun dari kaum muslimin (apakah ia seorang da`i, kyai, ustadz, habib, ajengan atau tuan guru, dan yang lainnya), membuat do`a dan dzikir tertentu yang tidak ada sunnahnya dari Rasullulah SAW, kemudian mereka mengajarkannya kepada kaum muslimin dan menjadikannya sebagai wirid yang rutin diamalkan setiap waktu dan meninggalkan do`a atau dzikir yang telah diajarkan oleh Rasullulah SAW, perbuatan ini adalah mengadakan syariat yang tidak diizinkan ALLAH,

“Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain ALLAH yang mensyari`atkan untuk mereka Agama yang tidak diizinkan ALLAH”(QS. Asy-Syuura : 21 )
Rasullulah bersabda : Barang siapa mengadakan sesuatu yang baru dalam urusan Agama kami yang bukan berasal darinya, maka perbuatan itu tertolak.

“Jauhkanlah diri kalian dari stiap perkara-perkara yang baru, karena setiap hal yang baru dalam agama adalah bid`ah, dan setiap bid`ah adalah sesat”.


9. Setiap orang yang mengadakan sesuatu yang baru dalam ibadah, seperti do`a dan
dzikir tertentu yang tidak ada sunnahnya dari Rasullulah SAW, maka ia telah ber
dosa dari empat segi :


- Meninggalkan do`a dan dzikir yang telah disyari`atkan.
- Mensunnahkan sesuatu yang tidak disyariatkan
- Menambah-nambah syariat atas Islam.
- Mengelabui orang awam yang mereka menganggap bahwa hal itu boleh.


10. Siapapun tidak boleh membuat do`a dan dzikir tertentu untuk waktu tertentu :
seperti malam tertentu, hari tertentu, bulan tertentu, tahun tertentu, contoh : Do`a
bulan Rajab, Nisfu Sya`ban dll, dan tidak boleh berdzikir dan berdo`a yang senga
ja dikhususkan pada suatu tempat yang tidak dijelaskan oleh syari`at tentang keis-
timewaan tempat tersebut : seperti kubur, masjid tertentu, gunung, gua dll, karena
perbuatan itu termasuk hal-hal yang baru dalam agama dan hukumnya bid`ah.
Seperti Menentukan ibadah di kuburan Nabi, wali (Wali songo) atau yang lainnya
Dengan keyakinan bahwa do`a disisi kubur tersebut akan dikabulkan, perbuatan
Ini termasuk bid`ah, dan jika orang tersebut sengaja minta kepada si mayit, maka
Perbuatan ini termasuk syirik akbar.

Yang wajib diperhatikan oleh seorang muslim adalah tidak boleh beribadah disisi kubur , dengan melakukan shalat, berdo`a, menyembelih binatang, bernadzar, atau mewmbaca Alqur`an dan ibadah lainnya, karena tidak ada satu keterangan yang shahih dari Rasullulah SAW dan para sahabatnya bahwa mereka melakukan ibadah disisi kubur, bahkan ancaman keraslah bagi orang yang beribadah disisi kubur orang yang shahih, apakah dia itu wali, Nabi, dan terlebih orang yang dikubur itu bukan seorang yang shahih atau tidak jelas asal usulnya.


Nabi mengancam keras terhadap orang yang menjadikan kubur sebagai tempat ibadah. Rasullulah bersabda : “ALLAH melaknat oreang-orang Yahudi dan Nasrani karena mereka menjadikan kuburan para Nabi mereka sebagai tempat ibadah”

Tidak ada satupun kuburan dimuka bumi ini yang mengandung keramat atau barakah, sehingga orang yang sengaja menuju kesana untuk mencari keramat dan barakah, mereka telah jatuh ke dalam perbuatan bid`ah dan syirik.
Dalam Islam, tidak dibenarkan sengaja mengadakan safar/perjalanan ziarah (dengan tujuan ibadah) ke kubur-kubur tertentu, sepereti : kuburan parea wali, kyai, habib dan lainnya dengan niat mencari keramat dan barakah dan mengadakan ibadah disana.


Perjalanan ziarah yang boleh dilakukan oleh kaum muslimin adalkah yang sesuai dengan sabda Rasullulah SAW : “Tidak boleh mengadakan safar/perjalanan (dengan tujuan ibadah) kecuali ke tiga masjid, yaitu Masjidku ini (Masjid Nabawi), Masjidil Haram dan Masjidil Aqsha”.

Adapun adab ziarah kubur, kaum muslimin dianjurkan ziarah ke pemakaman kaum muslimin dengan mengucapkan salam dan mendo`akan agar dosa-dosa mereka diampuni dan diberikan rahmat oleh ALLAH SWT.

Ingat tidak ada contoh dari Rasullulah SAW membaca surat tertentu seperti surat al-Faatihah, Yassin dan lainnya, kemudian dikirimkan (dihadiahkan) kepada orang yang sakit, atau orang yang telah meninggal, Tidak pernah ada seorang Sahabatpun mengirimkan bacaan (pahala) al-Faatihah kepada orang yang telah wafat dan tidak pula kepada Rassullulah, hal ini sesuai dengan Firman ALLAH SWT dalam QS an-Najm ayat 23 yang berbunyi sbb :

“ dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya”.

Beliau berkata : “Bahwa bacaan al-Qur`an kepada orang yang telah wafat, hadiah pahalanya tidak akan sampai, karena hal itu bukan dari amal mereka dan bukan pula usaha mereka karena itu Rasullulah SAW tidak pernah mensunnahkan hal itu kepada umatnya, tidak pula menganjurkan dan tidak ada satu pun nash atau isyarat yang menganjurkannya, dan tidak ada Sahabatpun yang melakukan perbuatan itu, jika seandainya itu hal baik, tentunya mereka sudah mendahului kita. Masalah ibadah dasarnya adalah nash (dalil dari al-Qur`an dan as-Sunnah) bukan qiyas dan ra`yu (akal pendapat).

Perlu diingat juga para pembaca yang dimuliakan ALLAH, seseorang tidak diperbolehkan bertawassul dengan dzat (pribadi) Nabi, kedudukan, kehormatan, dan haknya dan tidak bolehjuga dengan perantaraan orang yang telah wafat, apakah ia orang shalih atau wali, seperti :”Aku berdo`a kepadaMu ya ALLAH dengan tawassul (perantara) Nabi MU atau Wali Mu, atau dengan ucapan “Ya Rabbi bil Mushthafa balligh maqaashidanaa” (Ya Rabb ku dengan perantaraan Nabi terpilih, sampaikanlah maksud-maksud kami) Berdo`a dengan tawassul seperti ini tidak ada contohnya dari para Sahabat
Rasullulah SAW, dan ini adalah bid`ah, kita hanya diperbolehkan bertawassul dalam berdo`a dengan tawassul yang disyari`atkan, yaitu hanya tiga macam :

- Tawassul dengan Asmma`-ul Husna (Nama-nama ALLAH yang baik) dan sifat- sifatNYA yang tinggi dab mulia.
- Tawassul dengan amal shalih kita yang kita lakukan dengan ikhlas.
- Tawassul dengan do`a seorang yang shahih yang masih hidup

Adapun selain yang tiga diatas tidak disyari`atkan bahkan tidak boleh, karena tidak ada dalil yang shahih.


Sumber : Do`a dan Wirid oleh Yazid bin Abdul Qadir Jawas


PERKARA BARU DALAM SOROTAN SYARIAH

Penulis: Ustadz Muslim Abu Ishaq Al Atsari
Syariah, Hadits, 27 - Mei - 2003, 08:45:49

Ibadah itu pada asalnya haram untuk dikerjakan bila tidak ada dalil yang memerintahkannya. Inilah kaidah yang harus dipegang oleh setiap muslim sehingga tidak bermudah-mudah membuat amalan yang tidak ada perintahnya baik dari Allah maupun Rasulullah.

Nabi kita yang mulia shallallahu 'alaihi wasallam bertutur dalam haditsnya yang agung :

"Siapa yang mengada-adakan perkara baru dalam agama kami yang hal tersebut bukan dari agama ini maka perkara itu ditolak".

Hadits yang dibawakan oleh istri beliau yang mulia Ummul Mukminin Aisyah radliallahu anha ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari rahimahullah dalam shahihnya, pada kitab Ash Shulh, bab Idzaashthalahuu `ala shulhi jawrin fash shulhu marduud no. 2697 dan diriwayatkan oleh Imam Muslim rahimahullah dalam shahihnya, pada kitab Al Aqdliyyah yang diberi judul bab oleh Imam Nawawi rahimahullah selaku pensyarah (yang memberi penjelasan) terhadap hadits-hadits dalam Shahih Muslim, bab Naqdlul ahkam al bathilah wa raddu muhdatsaati umuur, no. 1718. Imam Muslim rahimahullah juga membawakan lafaz yang lain dari hadits di atas, yaitu :
"Siapa yang mengamalkan suatu amalan yang tidak di atas perintah kami maka amalannya itu tertolak"

Hadits ini juga diriwayatkan oleh sebagian imam ahli hadits dalam kitab-kitab mereka. Dan kami mencukupkan takhrijnya pada shahihain (Shahih Bukhari dan Muslim).

Imam Nawawi rahimahullah berkata: "Hadits ini merupakan kaidah yang agung dari kaidah-kaidah Islam". Beliau menambahkan lagi: "Hadits ini termasuk hadits yang sepatutnya dihafalkan dan digunakan dalam membatilkan seluruh kemungkaran dan seharusnya hadits ini disebarluaskan untuk diambil sebagai dalil". ( Syarah Shahih Muslim)

Al Hafidz Ibnu Hajar Al Atsqalani rahimahullah setelah membawakan hadits ini dalam syarahnya terhadap kitab Shahih Bukhari, beliau berkomentar : "Hadits ini terhitung sebagai pokok dari pokok-pokok Islam dan satu kaidah dari kaidah-kaidah agama". (Fathul Bari)

Imam Ibnu Rajab Al Hambali rahimahullah dalam kitabnya Jami`ul Ulum wal Hikam juga memuji kedudukan hadits ini, beliau berkata : "Hadits ini merupakan pokok yang agung dari pokok-pokok Islam. Dia seperti timbangan bagi amalan-amalan dalam dzahirnya sebagaimana hadits: (amal itu tergantung pada niatnya) merupakan timbangan bagi amalan-amalan dalam batinnya. Maka setiap amalan yang tidak diniatkan untuk mendapatkan wajah Allah tidaklah bagi pelakunya mendapatkan pahala atas amalannya itu, demikian pula setiap amalan yang tidak ada padanya perintah dari Allah dan rasulnya maka amalan itu tidak diterima dari pelakunya. (Jami`ul Ulum wal Hikam, 1/176)

Agama Ini telah Sempurna

Allah subhanahu wa ta`ala berfirman :

"Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kalian agama kalian dan telah Aku cukupkan bagi kalian nikmat-Ku dan Aku ridha Islam sebagai agama kalian". (QS. Al Maidah : 3)

Al Hafidh Ibnu Katsir rahimahullah berkata tentang ayat di atas : "Hal ini merupakan kenikmatan Allah ta`ala yang terbesar bagi umat ini, di mana Allah ta`ala telah menyempurnakan untuk mereka agama mereka, hingga mereka tidak membutuhkan agama yang lainnya, tidak pula butuh kepada nabi yang selain nabi mereka shallallahu 'alaihi wasallam, karena itulah Allah ta`ala menjadikan beliau sebagai penutup para nabi dan Dia mengutus beliau kepada manusia dan jin. Tidak ada sesuatu yang halal melainkan apa yang beliau halalkan dan tidak ada yang haram melainkan apa yang beliau haramkan,. Tidak ada agama kecuali apa yang beliau syariatkan. Segala sesuatu yang beliau kabarkan maka kabar itu benar adanya dan jujur, tidak ada kedustaan dan penyelisihan di dalamnya" (Tafsir Ibnu Katsir 2/14)

Dengan keadaan agama yang telah sempurna ini dalam setiap sisinya maka seseorang tidak perlu lagi mengadakan perkara baru yang tidak pernah dikenal sebelumnya, apakah berupa penambahan ataupun pengurangan dari apa yang disampaikan dan diajarkan oleh beliau Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan dicontohkan serta diamalkan oleh salaf (pendahulu) kita yang shalih dari kalangan shahabat, tabi`in, atbaut tabi`in dan para imam yang memberikan bimbingan. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam sendiri juga telah memberi peringatan dari perkara-perkara baru yang disandarkan kepada agama, sebagaimana dalam hadits Abdullah ibnu Mas`ud radliallahu anhu beliau shallallahu alaihi wasallam bersabda :

"Berhati-hatilah kalian dari perkara-perkara baru, karena sejelek-jelek perkara adalah yang diada-adakan, dan setiap perkara yang diada-adakan itu bid`ah dan setiap bid`ah itu adalah kesesatan". (HR. Ibnu Abi Ashim dalam As Sunnah no. 25 dan hadits ini shahih sebagaimana dikatakan oleh Syaikh Albani rahimahullah)

Hadits yang semakna dengan ini datang pula dari shahabat Al Irbadh Ibnu Sariyah radliallahu anhu.

Bila kita menemui seseorang yang mengadakan perkara baru dalam agama ini dengan keterangan yang telah kita dapatkan di atas maka perkara itu batil, tertolak dan tidak teranggap sama sekali berdasarkan sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam :

"Siapa yang mengada-adakan perkara baru dalam agama kami ini apa yang bukan bagian darinya maka perkara itu tertolak".

Kata Imam Nawawi rahimahullah : "Hadits ini jelas sekali dalam membantah setiap bid`ah dan perkara yang diada-adakan dalam agama". (Syarah Muslim, 12/16)

Namun bila ada pelaku bid`ah dihadapkan padanya hadits ini, kemudian dia mengatakan bahwa bid`ah tersebut bukanlah dia yang mengada-adakan akan tetapi dia hanya melakukan apa yang telah diperbuat oleh orang-orang sebelumnya sehingga ancaman hadits di atas tidak mengenai pada dirinya. Maka terhadap orang seperti ini disampaikan padanya hadits :

"Siapa yang mengamalkan suatu amalan yang tidak di atas perintah kami maka amalannya itu tertolak".

Dengan hadits ini akan membantah apa yang ada pada orang tersebut dan akan menolak setiap amalan yang diada-adakan tanpa dasar syar`i. Sama saja apakah pelakunya yang membuat bid`ah tersebut adalah dia atau dia hanya sekedar melakukan bid`ah yang telah dilakukan oleh orang-orang sebelumnya. Demikian penerangan ini juga disebutkan oleh Imam Nawawi dengan maknanya dalam kitab beliau Syarah Muslim (12/16) ketika menjelaskan hadits ini.

Al Imam Ibnu Rajab Al Hambali rahimahullah berkata : "Dalam sabda Nabi shallallahu alaihi wasallam :
لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ
ada isyarat bahwasanya amalan-amalan yang dilakukan seharusnya di bawah hukum syariah di mana hukum syariah menjadi pemutus baginya apakah amalan itu diperintahkan atau dilarang. Sehingga siapa yang amalannya berjalan di bawah hukum syar`i, cocok dengan hukum syar`i maka amalan itu diterima, sebaliknya bila amalan itu keluar dari hukum syar`i maka amalan itu tertolak. ("Jami`ul Ulum wal Hikam", 1/177)

Pembagian Amalan
Amalan bila ditinjau dari pembagiannya terbagi menjadi dua yaitu ibadah dan mu`ammalah .

• Ibadah

Adapun amalan ibadah maka kaidah yang ada dalam pelaksanaannya : "Ibadah itu pada asalnya haram untuk dikerjakan bila tidak ada dalil yang mensyariatkanya (memerintahkannya)". Akan tetapi dari sisi penerimaan atau penolakan amalan ibadah tersebut maka perlu memperhatikan beberapa hal berikut ini:

1. Suatu amalan merupakan ibadah pada satu keadaan namun tidak teranggap pada keadaan yang lainnya sebagai ibadah. Misalnya :

- Berdiri ketika shalat. Hal ini merupakan ibadah yang disyariatkan, namun bila ada orang yang bernadzar untuk berdiri di luar shalat dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah Ta`ala tidaklah dibolehkan karena tidak ada dalil yang menunjukkan pensyariatannya. Nabi shallallahu 'alaihi wasallam melihat seorang laki-laki berdiri di bawah terik matahari karena nadzar yang hendak ia tunaikan dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah subhanahu wa ta`ala kemudian beliau shallallahu 'alaihi wasallam dengan serta merta memerintahkan orang itu untuk duduk dan tidak berjemur di bawah terik matahari (sebagaimana disebutkan dalam hadits riwayat Bukhari no. 6704)
- Thawaf yang disyariatkan pelaksanaannya di baitullah namun ada di antara manusia yang melaksanakannya di selain baitullah seperti di kuburan wali atau yang lainnya.
- Pelaksanaan haji di luar bulan haji
- Puasa Ramadhan di luar bulan Ramadhan atau ketika hari raya padahal ada nash yang menunjukkan tidak bolehnya berpuasa pada hari raya tersebut.
- Dan yang semisal dengan perkara-perkara yang telah kami sebutkan di atas.

2. Suatu amalan yang sama sekali tidak ada tuntunannya dalam syariat. Misalnya :

- Beribadah di sisi Ka`bah dengan siulan, tepuk tangan dan telanjang
- Mendekatkan diri kepada Allah dengan mendengarkan musik/nyanyian dan minum khamar.
Maka amalan seperti ini batil, tidak diterima bahkan ini merupakan kebid`ahan yang pelakunya dikatakan oleh Allah ta`ala :

"Apakah mereka memiliki sekutu-sekutu yang mensyariatkan bagi mereka dari agama ini apa yang Allah tidak mengizinkannya". (QS. Asy Syuura : 21)

3. Menambah satu perkara atau lebih terhadap amalan yang disyariatkan. Amalan seperti ini jelas tertolak (akan tetapi dari sisi batal atau tidaknya ibadah tersebut maka perlu dilihat keadaannya). Misalnya :

- Ibadah shalat yang telah disyariatkan oleh Allah subhanahu wa ta`ala ditambah jumlah rakaatnya. Yang demikian ini membatalkan ibadah tersebut.
- Berwudhu dengan membasuh anggota wudhu lebih dari tiga kali. Yang demikian ini tidak membatalkan wudhu tersebut, namun pelakunya terjatuh pada sesuatu yang dibenci .

4. Mengurangi terhadap amalan yang disyariatkan. (Dari sisi batal atau tidaknya maka perlu dilihat dulu terhadap apa yang dikurangi dari ibadah tersebut).

- Shalat tanpa berwudhu sementara ia berhadats maka shalatnya itu batal karena wudhlu merupakan syarat sahnya shalat.
- Meninggalkan satu rukun dari rukun-rukun ibadah maka ibadah itu batal.
- Laki-laki yang meninggalkan shalat lima waktu secara berjamaah dan mengerjakannya sendirian, maka shalatnya itu tidaklah batal tapi shalatnya itu kurang nilainya dan ia berdosa karena meninggalkan kewajiban berjamaah

• Muamalah

Pembicaraan tentang muamalah maka kaidah yang ada :

"Hukum asal muamalah itu boleh/halal untuk dikerjakan (selama tidak ada dalil yang melarangnya dan mengharamkannya").

Adapun perkara-perkara yang dilarang dan diharamkan dalam muamalah ini bisa kita sebutkan sebagai berikut :

1. Bermuamalah untuk mengganti aturan syariat

Maka perkara ini tidak diragukan lagi kebatilannya dengan contoh mengganti hukum rajam bagi orang yang berzina dengan tebusan berupa benda. Hal ini pernah terjadi di zaman Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, seorang pemuda yang belum menikah berzina dengan istri orang lain. Ayah si pemuda menyangka hukum yang harus ditimpakan pada putranya adalah rajam maka ia ingin mengganti hukum itu dengan memberi tebusan kepada suami si wanita tersebut berupa seratus ekor kambing berikut seorang budak perempuan. Lalu ia dan suami si wanita mendatangi Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam untuk mengadukan hal tersebut dan meminta diputuskan perkara mereka dengan apa yang ada dalam kitabullah. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pun menjawab permintaan mereka :

"Demi Dzat yang jiwaku berada di tanganNya, sungguh aku akan memutuskan perkara di antara kalian berdua dengan kitabullah. Kambing dan budak perempuan yang ingin kau jadikan tebusan itu ambil kembali, sedangkan hukum yang ditimpakan kepada putramu adalah dicambuk sebanyak seratus kali dan diasingkan selama setahun".
Lalu beliau shallallahu 'alaihi wasallam memerintahkan kepada salah seorang dari shahabatnya untuk mendatangi wanita yang diajak berzina oleh pemuda tersebut untuk meminta pengakuannya. Dan ternyata wanita itu mengakui perbuatan zina yang dilakukannya hingga ditimpakan padanya hukum rajam. (Sebagaimana disebutkan riwayatnya dalam hadits yang dikeluarkan Imam Bukhari dalam shahihnya, pada Kitabul Hudud no. 2695, 2696, demikian pula Imam Muslim dalam shahihnya no. 1697, 1698)

2. Bermuamalah dengan membuat akad/perjanjian yang dilarang oleh syariat.

• Akad yang tidak layak untuk diputuskan. Seperti melakukan akad nikah dengan wanita yang haram untuk dinikahi karena sepersusuan atau mengumpulkan dua wanita yang bersaudara sebagai istri.
• Akad yang hilang darinya satu syarat di mana syarat tersebut tidak bisa gugur dengan ridhanya kedua belah pihak . Seperti menikahi wanita yang sedang menjalani masa `iddah, nikah tanpa wali atau menikahi istri yang masih dalam naungan suaminya.
• Melakukan akad jual beli yang diharamkan Allah subhanahu wa ta`ala, seperti jual beli dengan cara riba, jual beli minuman keras, bangkai, babi dan sebagainya.
• Akad yang berakibat terdzaliminya salah satu dari dua belah pihak. Seperti seorang ayah menikahkan putrinya yang dewasa tanpa minta izin kepadanya. Maka akad ini tertolak ketika anak itu tidak ridha dan menuntut haknya namun bila ia ridha akad tersebut sah.

Faidah hadits

Faidah yang bisa kita ambil dari hadits ini, di antaranya :

• Batilnya perkara yang diada-adakan dalam agama
• Larangan terhadap satu perkara menunjukkan jeleknya perkara tersebut..
• Islam merupakan agama yang sempurna, tidak ada kekurangan di dalamnya dan tidak butuh koreksi dan protes terhadapnya.
• Perkara yang diada-adakan dalam agama ini adalah bid`ah dan setiap bid`ah itu sesat.
• Dengan hadits ini tertolaklah pembagian bid`ah menjadi bid`ah hasanah (bid`ah yang baik) dan bid`ah sayyiah (bid`ah yang jelek).
Seluruh akad yang dilarang oleh syariat adalah batil, demikian pula hasilnya karena apa yang dibangun di atas kebatilan maka ia batil pula.

Wallahu ta`ala a`lam bishshawwab.

sumber: www.asysyariah.com

Bersambung……jika ada pertanyaan dan pernyataan atau akan mengirim
naskah tulisan, silahkan kirim ke e-mail kami di :
smart.moslem9@gmail.com